Jumat, 25 September 2015

Makalah Bahasa Indonesia “Fenomena Bahasa Alay di Kalangan Manajemen Dakwah 2 B”

Makalah Bahasa Indonesia “Fenomena Bahasa Alay di Kalangan Manajemen Dakwah 2 B” Dosen Pembimbing : Azwar Sutan Malaka, SS. M. Si Disusun Oleh Kelompok 5: 1. Ami Lutfiah (11140530000060) 2. Nubdzatus Saniyah (11140530000040) 3. Femma Raudhia Hasni (11140530000053) 4. Nur Anisa (11140530000061) Jurusan Manajemen Dakwah 2 B Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menunjukkan jati dirinya dalam peradaban manusia. Diawali dari perkembangan komputer, telepon seluler, hingga internet yang terus berkembang dan semakin memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi, bekerjasama mengidentifikasi diri, dan berekspresi. Dengan perkembangan tersebut, secara tidak langsung membawa perubahan pada bahasa, dalam hal ini adalah Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang baik dan benar mulai jarang digunakan, terutama di kalangan remaja. Semakin berkembangnya internet muncullah, suatu bahasa komunitas baru di kalangan remaja yang memudahkan mereka untuk berkomunikasi, yaitu bahasa Alay. Kemunculan bahasa tersebut dinilai sangat fenomenal, karena cukup menyita perhatian banyak orang. Bahasa baru ini, seolah menggeser eksistensi bahasa Indonesia di kalangan segelintir remaja. Sehubungan dengan makin maraknya penggunaan bahasa komunitas tersebut, diperlukan adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Padahal, bahasa bukan sekedar alat komunikasi, bahasa itu alat pikir dan alat ekspresi maka bahasa itu bersistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan sekedar berkomunikasi (asal mengerti atau pokoknya mengerti); berbahasa perlu menaati kaidah atau aturan bahasa yang berlaku. Kaidah bahasa ada yang tersirat dan ada yang tersurat. Kaidah bahasa yang tersirat berupa intuisi bahasa. Kaidah ini diperoleh secara alami sejak penutur belajar berbahasa Indonesia. Kaidah bahasa yang tersurat, adalah sistem bahasa (aturan bahasa) yang dituangkan dalam berbagai terbitan yang dihasilkan oleh penutur bahasa yang berminat dan ahli dalam bidang bahasa. Fungsi bahasa dalam Masyarakat pada dasarnya, memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial. Jadi, fungsi bahasa adalah untuk memudahkan masyarakat dalam berinteraksi dan alat untuk berekspresi. Serta untuk menunjukkan jati diri suatu kelompok tertentu. Bahasa alay yang kerap kali digunakan dalam media sosial maupun di kehidupan sehari-hari menarik untuk dibahas. Karena hal itu sekarang menjadi hal yang lazim dilakukan banyak orang dan dianggap sebagai lelucon, dan mungkin lambat laun bisa menggeser fungsi bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pergeseran struktur kata dalam bahasa baku yang terjadi di masa sekarang dan digunakan oleh semua kalangan membentuk banyak kosa kata baru. Perubahan bahasa baku bisa meliputi perubahan struktur huruf dan kata baku menjadi sebuah tulisan yang tidak biasa dan disebut dengan sebutan ‘pengalayan’. Berikut penulis akan memaparkan mengenai bahasa Alay dan seputarnya. 2. Rumusan Masalah - Apa yang dimaksud dengan bahasa Alay? - Apa penyebab munculnya bahasa Alay? - Bagaimana perkembangan bahasa Alay dari awal kemunculannya hingga saat ini? - Apa dampak positif dan negatif dari kemunculan dan penggunaan bahasa Alay? 3. Tujuan Pembuatan Makalah - Agar mahasiswa mengetahui pengertian bahasa Alay. - Agar mahasiswa mengetahui penyebab munculnya bahasa Alay. - Agar mahasiswa mengetahui perkembangan bahasa Alay. - Agar mahasiswa mengetahui dampak positif negatif dari penggunaan bahasa Alay. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Bahasa Alay a. Pengertian Bahasa Pengertian bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan bahasa sebagai lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa adalah identitas suatu kelompok sosial. Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol, karena melalui bahasa kelompok sosial tertentu merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok lain. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting bagi masyarakatnya. Tanpa adanya bahasa, masyarakat tidak akan bisa berkomunikasi satu sama lain. Dan jika itu terjadi, maka akan menyebabkan ketidak harmonisan dalam bermasyarakat. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. Bahasa adalah kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaksis untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa merupakan alat yang sangat tidak memadai untuk berpikir dengan tertib dan untuk melahirkan pendapat (C.P.F.Lecoutere, L. Grootaers). Sedangkan pengertian bahasa menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa bahasa adalah lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat untuk mengidentifikasi dan membedakan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Bahasa adalah kode-kode yang menyalurkan pesan dan memungkinkan kita untuk bekerjasama sesama warga masyarakat. b. Pengertian Alay Alay adalah singkatan dari Anak layangan, Alah lebay, Anak Layu, atau Anak keLayapan yang menghubungkannya dengan anak JARPUL (Jarang Pulang). Tapi yang paling terkenal adalah anak layangan. Dominannya, istilah ini untuk menggambarkan anak yang sok keren, secara fashion, karya (musik) maupun kelakuan secara umum. Konon asal usulnya, Alay diartikan “anak kampung”, karena anak kampung yang rata-rata berambut merah dan berkulit sawo gelap karena kebanyakan main layangan. Tapi, seiring dengan perkembangan zaman, Alay sering diidentifikasikan menjadi narsis, photogenic, sok gaul, emo, dan lain-lain. Secara garis besar, mungkin karena mereka salah pergaulan. Satu lagi yang tidak jauh dari Alay, adalah kata-kata atau tulisan yang benar-benar membuat manusia biasa pusing membacanya, ditambah penyebutan kata yang pelafalannya jauh dari makna yang sebenarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, kata Alay belum bisa ditemukan. Namun, istilah Alay hadir setelah di facebook semakin marak penggunaan bahasa tulis yang tak sesuai kaidah bahasa Indonesia oleh remaja. Hingga kini belum ada definisi yang pasti tentang istilah ini, namun bahasa ini kerap dipakai untuk menunjuk bahasa tulis. Dalam bahasa alay bukan bunyi yang dipentingkan tapi variasi tulisan. Menurut Koentjaraningrat, Alay adalah gejala yang dialami pemuda-pemudi Indonesia yang ingin diakui statusnya. Gejala ini akan mengubah gaya penulisan serta komunikasi secara lisan. Sedangkan bahasa Alay menurut Sahala Saragih, dosen Jurusan Jurnalistik, Universitas Padjajaran, Alay merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam komunitas mereka. Penggunaan bahasa sandi tersebut menjadi masalah jika digunakan dalam komunikasi massa atau dipakai dalam komunikasi secara tertulis. Dalam ilmu bahasa, bahasa Alay termasuk sejenis bahasa diakronik. Yaitu, bahasa yang dipakai oleh suatu kelompok dalam kurun waktu tertentu. Ia akan berkembang hanya dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan bahasa diakronik ini, tidak hanya penting dipelajari oleh para ahli bahasa, tetapi juga ahli sosial atau mungkin juga politik. Sebab, bahasa merupakan sebuah fenomena sosial. Ia hidup dan berkembang karena fenomena sosial tertentu. 2. Sejarah Kemunculan Bahasa Komunitas atau Alay Munculnya SMS (Short Message Service) dengan dikenakannya tarif sms perkarakter dari provider, dirasa menjadi cikal bakal munculnya bahasa tulis yang menyimpang. Bermula dari kata-kata yang disingkat, akhirnya menimbulkan singkatan kata yang menyimpang dari kata yang dimaksud. Munculnya jejaring sosial seperti friendster, facebook, dan twitter, mendorong kian maraknya penggunaan bahasa Alay di Indonesia, karena dari pengguna jejaring sosial tersebut memunculkan kosakata-kosakata baru. Lebih parahnya lagi mereka ––anak Alay bukan hanya menyingkat kata, namun mereka sudah merubah kosakatanya. Bahkan cara penulisannya pun bisa membuat sakit mata orang yang membaca, karena menggunakan huruf besar kecil yang diacak. Ditambah lagi dengan angka dan karakter tanda baca di mana-mana. Bahkan arti dari kosakatanya pun melenceng jauh dari yang dimaksud. Belum lagi kosakata yang diambil dari bahasa lain yang tidak sesuai dengan kaidah dan norma-norma bahasa Indonesia yang baik dan benar. Banyak dipakainya kata-kata pungutan yang berasal dari bahasa-bahasa lain di dalam praktik berbahasa dan bertutur sapa, juga sesungguhnya memberikan kesan tidak loyalan terhadap sosok bahasanya sendiri ––bahasa Indonesia. Terlebih lagi orang yang tidak paham norma-norma kebahasaan dan budayanya sendiri, cenderung tidak akan memiliki sikap bahasa yang baik. Sikap yang tidak baik terhadap bahasanya sendiri itu, lazimnya termanifestasi secara nyata di dalam keseluruhan perilaku berbahasanya, sekalipun juga diakui bahwa sosok perilaku bahasa mungkin saja tidak pertama-tama ditentukan oleh sikap dalam berbahasa ini. Akibat dari tindakan memungut kata dari bahasa lain itu, terbentuklah kata-kata serta kalimat yang sulit dimengerti oleh manusia biasa. Akhirnya kata itu menjadi bagian dari kamus bahasa Alay. Perkembangan kaum Alay dan bahasa Alay itu sendiri pada hakikatnya juga didorong oleh faktor media massa dan situs jejaring sosial. Saat ini marak program-program di televisi yang mengikutsertakan mereka dalam program tersebut. Pada program tersebut, kaum Alay bekerja sebagai ‘penonton bayaran’. 3. Pengaruh Bahasa Alay terhadap Bahasa Indonesia Kedudukan bahasa Indonesia kini semakin mantap sebagai wahana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Pemakaian bahasa Indonesia sejak tingkat sekolah dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi menunjukkan kemantapan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Namun, masih cukup banyak pemakai bahasa nasional kita yang belum mempergunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sesuai dengan konteks pemakaian dan kaidah yang berlaku. Arus globalisasi di Indonesia telah menimbulkan perubahan dalam berbagai bidang dan telah memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap perkembangan bahasa-bahasa di Indonesia. Dalam hal bahasa Indonesia, ada sebagian warga masyarakat yang belum dapat berbahasa Indonesia dan sebagian yang lain kurang mempunyai sikap positif terhadap bahasa tersebut serta penguasaan mereka terhadap bahasa Indonesia (terutama ragam tulis) masih rendah. Contoh yang paling konkret adalah munculnya komunitas remaja yang gemar berbicara dan menulis dengan bahasa Alay. Para remaja yang gemar bertutur Alay dalam tulisannya sudah jelas-jelas merongrong keutuhan Bahasa Indonesia. Bila dalam satu kalimat ada kata-kata gue dan lo mungkin tidak terlalu mengganggu sebuah makna. Tapi saat sebuah kalimat dan semua kata yang ada dalam kalimat itu disingkat dan dibubuhi angka serta huruf arti dari kata tersebut menjadi kabur, sulit dimengerti dan banyak tafsiran. Belum lagi penambahan simbol-simbol yang makin membuat sakit mata pembacanya. Dalam bahasa alay memang tidak ada singkatan baku, semua bebas menyingkat kata dan membiarkan pembaca menafsirkannya dengan panduan dari kata sesudah atau sebelumnya. Apabila kegemaran ini berlangsung lama dan makin dicintai, resmilah kita mengubur semangat sumpah pemuda berbahasa satu, bahasa Indonesia. Tidak berbeda dengan bahasa lisan artis dan pejabat kita yang mau bergaya dan sok berpendidikan dengan sisipan bahasa asing. Salahudin Wahid di opini Kompas pada 28 Oktober 2010 tentang Bangga Berbahasa Indonesia mengutip Djojok Soepardjo bahwa tonggak modernisasi di Jepang bukan hanya Restorasi Meiji 1868, tapi juga kekuatan pada budaya dan kecintaan pada bahasa Jepang yang membuat restorasi berjalan mantap. Karena itu, meski hancur pada Perang Dunia II mereka bangkit dalam 10 tahun, dan tiap tahun mencatat perkembangan ekonomi di atas 10 persen. Ini semua karena kekuatan mencintai bahasa Jepang juga menjadi kekuatan menghadapi modernisasi. Semua itu pasti sudah ada zaman-zamannya, misalkan dulu heboh dengan bahasa gaul. Namun, dengan sendirinya bahasa komunitas itu berangsur-angsur hilang. Bahasa Alay bukan tidak mungkin akan hilang juga dari peredarannya bukan? Dan yang perlu ditunggu adalah bahasa apalagi yang akan muncul? Menurut Lina Meilinawati, pengamat bahasa dari Jurusan Sastra Indonesia Unpad, ada dua hal alasan utama remaja menggunakan bahasa tulis dengan ciri tersendiri (Alay), “Pertama, mereka mengukuhkan diri sebagai kelompok sosial tertentu, yaitu remaja. Kedua, ini merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap dominasi bahasa baku atau kaidah bahasa yang telah mapan,” Secara garis besar, penciptaan kata urban bertujuan untuk: 1. Menghemat (tenaga, waktu, dan tempat), 2. Menghaluskan sebuah kata, 3. Menyembunyikan” makna sebuah kata atau sebagai kode rahasia, dan 4. Mengungkapkan rasa kesal. Dari segi bentuknya, kata urban dapat dibagi menjadi kata yang berbentuk: 1) Leksikal utuh, 2) Singkatan atau akronim, 3) Angka, dan 4) Gabungan antara leksikal, singkatan, dan angka. Nur Terbit dalam artikelnya (27 Oktober 2013) menyebut ciri-ciri bahasa Alay itu berdasarkan pendapat dari Dr Rulli Nasrullah, M.Si, pakar komunikasi bidang Cyber yang juga Kompasianer dengan nama pena “Kang Arul” yaitu: 1. Kombinasi huruf kecil huruf besar, misalnya: QuH Sdar SHbaT (aku sadar sahabat) 2. Penghilangan satu atau lebih huruf, misalnya: bgd (banget), smua (semua) 3. Penyingkatan, merupakan varian dari penghilangan, contoh: aq (aku), km (kamu), qt (kita), mrk (mereka) 4. Penambahan satu huruf atau lebih, baik diletakkan diakhir kata misalnya aquw (aku), atau disisipkan di tengah kata, misalnya kamyu (kamu) 5. Pengulangan satu huruf atau lebih yang sama, misalnya kkkitta (kita), gobbblllookk (goblok) 6. Penggantian konsonan dan vocal, misalnya gyh (lagi), chybuwgh (sibuk) 7. Penggantian huruf dengan angka atau lambang, misalnya g4y4 (gaya), Skíåñ (sekian). 4. Dampak Positif dan Negatif dari Penggunaan Bahasa Alay A. Dampak Positif dari Penggunaan Bahasa Alay a. Remaja menjadi lebih kreatif. b. Menjadi tempat berekspresi remaja. c. Bisa menjadi bahan lelucon. B. Dampak Negatif dari Penggunaan Bahasa Alay a. Penggunaan bahasa Alay dapat mempersulit penggunanya untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. b. Dapat mengganggu siapapun yang membaca dan mendengar kata-kata yang termaksud di dalamnya, karena tidak semua orang mengerti akan maksud dari kata-kata Alay tersebut. c. Penulisan bahasa Indonesia menjadi tidak benar. d. Masyarakat Indonesia tidak lagi mengenal bahasa baku serta runtuhnya penggunaan EYD. e. Dikhawatirkan pengguna bahasa Alay yang mayoritas generasi muda akan luntur kecintaannya terhadap bahasa Indonesia, dan akan memunahkan keberadaan bahasa Indonesia itu sendiri. f. Bangsa Indonesia akan kehilangan jati dirinya, karena generasi penerusnya tidak menuturkan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan. 5. Penggunaan Bahasa Alay di Kalangan Mahasiswa Manajemen Dakwah 2 B Banyak diantara mahasiswa dan mahasiswi di kelas Manajemen Dakwah 2 B lebih memilih menggunakan bahasa Alay, ketimbang bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal tersebut membuat peranan bahasa Indonesia yang baik dan benar sedikit terganggu di lingkungan Manajemen Dakwah 2 B. Dampak dari hal itu adalah, mereka sering kesusahan ketika diharuskan membuat karya tulis. Pengaruh bahasa Alay terhadap tatanan bahasa Indonesia adalah pengaruh modernisasi dan teknologi yang berkembang sangat pesat. Akibatnya pengetahuan mengenai bahasa Indonesia yang baik dan benar semakin berkurang. Padahal, sebagai mahasiswa yang sering mendapat tugas untuk membuat karya tulis ilmiah dituntut menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Terjadilah banyak kesalahan dalam menulis karya tulis, karena ketidak tahuan mereka akan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berikut contoh bahasa Alay dikalangan Manajemen Dakwah 2 B: Berikut alasan mengapa Mahasiswa – Mahasisiwi Manajemen Dakwah 2 B lebih memilih menggunakan bahasa Alay, yaitu: a. Jika menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan terkesan formal. b. Bahasa Indonesia yang baik benar tidak cocok untuk berinteraksi sehari-hari dengan teman. c. Belum bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. d. Lebih cocok untuk mereka karena terkesan simple dan santai. e. Lebih mudah digunakan. f. Ada beberapa Mahasiswa Mahasiswi menggunakan bahasa Alay hanya untuk lelucon. 6. Meminimalisir Dampak Negatif dari Penggunaan Bahasa Alay a. Sebaiknya guru-guru bahasa Indonesia di sekolah lebih menekankan lagi bagaimana cara penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut EYD. b. Pada saat berkomunikasi kita harus bisa membedakan dengan siapa kita berbicara, pada situasi formal atau nonformal. Dengan ini kita bisa menyeimbangkan penggunaan bahasa dengan baik agar bahasa Alay tidak mendominasi kosakata yang kita miliki. c. Mengurangi kebiasaan mengirim pesan singkat dengan tulisan yang aneh. Seperti singkatan kata yang menjadi “yg”dan bukan “yank”, disamping mudah membacanya akan lebih efisien waktu dan tidak membuat si penerima pesan merasa kebingungan membaca tulisan kita. d. Banyak membaca tulisan yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Artinya, di dalam buku tersebut terdapat tulisan yang formalitas dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Misalnya wacana, berita, ataupun informasi dalam surat kabar. e. Sebaiknya kita rajin membaca KBBI, karena banyak kosakata bahasa Indonesia yang sudah banyak dilupakan. Ini adalah salah satu wujud bangga terhadap bahasa kita. f. Kesadaran diri untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. g. Menghindari teman yang berbahasa gaul. h. Lebih mencintai bangsa Indonesia. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Dari penjelasan yang sudah penulis uraikan di atas dapt disimpulkan bahwa: a. Pengertian Bahasa Alay Bahasa adalah lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat untuk mengidentifikasi dan membedakan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Bahasa adalah kode-kode yang menyalurkan pesan dan memungkinkan kita untuk bekerja sama sesama warga masyarakat. Alay adalah singkatan dari Anak layangan, Alah lebay, Anak Layu, atau Anak keLayapan yang menghubungkannya dengan anak JARPUL (Jarang Pulang). Dengan kata lain, Alay adalah menggambarkan anak-anak yang sok keren. b. Sejarah Kemunculan Bahasa Alay Dimulai sejak adanya layanan dari suatu provider yang mengenakan tarif sms perkarakter. Namun, karena perkembangan zaman dan perkembangan teknologi yang semakin pesat, perkembangan bahasa Alay pun berubah. Awalnya hanya mempersingkat kata, dalam perkembangannya, bahasa Alay merubah struktur kata, pelafalan, pencampuran antara angka, huruf, simbol dan huruf kapital. Kini, perkembangan Alay makin marak karena adanya dukungan dari media massa. c. Pengaruh Bahasa Alay Terhadap Bahasa Indonesia Dengan makin maraknya penggunaan bahasa Alay, bahasa Indonesia semakin dilupakan oleh para generasi muda. Dan Sumpah Pemuda akan semakin terkubur dalam-dalam. Para remaja pun akan lupa seperti apa bahasa Indonesia yang baik dan benar dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam bahasa Indonesia. d. Dampak Positif dan Negatif dari Penggunaan Bahasa Alay 1. Dampak Positif dari Penggunaan Bahasa Alay - Remaja menjadi lebih kreatif. - Menjadi tempat berekspresi remaja. - Bisa menjadi bahan lelucon. 2. Dampak Negatif dari Penggunaan Bahasa Alay - Mempersulit penggunanya untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar. - Dapat mengganggu siapapun yang membaca dan mendengar kosakata yang termaksud di dalamnya. - Penulisan bahasa Indonesia menjadi tidak benar. - Masyarakat Indonesia tidak lagi mengenal bahasa baku dan runtuhnya penggunaan EYD. - Kecintaan generasi muda terhadap bahasa Indonesia akan punah. - Bangsa Indonesia akan kehilangan jati dirinya. e. Penggunaan Bahasa Alay di Kalangan Manajemen Dakwah 2 B Banyak mahasiswa – mahasiswi Manajemen Dakwah 2 B yang memilih menggunakan bahasa Alay ketimbang bahasa Indonesia yang baik dan benar membuat peranan bahasa Indonesia di kelas ini sedikit terganggu. Akibatnya, terjadilah banyak kesalahan saat dituntut untuk membuat karya tulis ilmiah yang baik dan benar. Penyebabnya adalah, minimnya pengetahuan mereka tentang kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Berikut alasan mengapa mahasiswa – mahasiswi Manajemen Dakwah 2 B lebih memilih menggunakan bahasa Alay dibanding bahasa Indonesia yang baik dan benar: 1. Terkesan formal. 2. Tidak cocok untuk berinteraksi sehari-hari dengan teman. 3. Belum bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 4. Bahasa Alay atau bahasa Gaul terkesan simpel dan santai. 5. Lebih mudah digunakan. 6. Bisa menjadi bahan lelucon. f. Meminimalisir Dampak Negatif dari Penggunaan Bahasa Alay 1. Lebih menekankan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut EYD. 2. Saat berkomunikasi harus bisa membedakan situasi. 3. Mengurangi kebiasaan mengirim pesan singkat dengan tulisan yang aneh. 4. Banyak membaca tulisan yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 5. Menghindari teman yang menggunakan bahasa Gaul ataupun bahasa Alay. 6. Lebih mencintai Bangsa Indonesia. 2. Saran Sebaiknya makalah ini dijadikan bahan bacaan untuk mahasiswa – mahasiswi, bukan hanya Kelas Manajemen Dakwah 2 B saja. Namun, agar generasi muda lebih mencintai dan bangga akan bahasanya sendiri. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti Indonesia bisa menjadi seperti Jepang dan Korea Selatan yang maju karena kecintaannya akan bahasa dan budayanyas sendiri. Semoga makalah ini bermanfaat, serta bisa menjadi sedikit alasan generasi muda terutama penulis dan Manajemen Dakwah 2 B untuk lebih mencintai dan belajar lagi mengenai bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidahnya. Semoga makalah ini bisa menjadi contoh makalah selanjutnya agar lebih baik dari segala aspek. DAFTAR PUSTAKA HP, Achmad; Alek Abdullah. Linguistik Umum. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 2012. Keraf, Gorys. 1997. Khak, M Abdul. Artikel Keniscayaan Kamus Urban. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. PUTUSAN KONGRES BAHASA INDONESIA KEDELAPAN. Badan Bahasa. Jakarta. 14—17 Oktober 2003. Rahardi, R. Kunjana. Dimensi-dimensi Kebahasaan (Aneka Masalah Bahasa Indonesia Terkini). Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 2006. Sugono, Dendy. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2009. Cet. Kedua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar